Thursday, June 14, 2012

MAKALAH PSIKOLOGI


PERBEDAAN JIWA DAN RUH
diajukan untuk memenuhi mata kuliah
PSIKOLOGI



            Dosen Pembimbing
     Dra.Ragwan Albar, M. Fil.i
                                                             Disusun Oleh
Nita Herlina Ekasaputri (B03211025)
Kelas 2C1

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
 SURABAYA
2012


                                                           
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jiwa yakni ‘sesuatu’ yang bisa ada dan tidak ada, atau bisa keluar dan masuk pada seorang manusia ketika dia masih hidup. Sedangkan ruh dapat di bagi menjadi 2 yakni Roh jasmaniah ialah zat halus yang berpusat di ruangan hati (jantung) serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) tersebut, ke seluruh tubuh. Karenanya manusia bisa bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari yang ghoib, dengan roh ini manusia dapat mengenal cirinya sendiri, dan mengenal Tuhannya serta menyadari keberadaan orang lain, (berkepribadian, ber-Ketuhanan dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas segala tingkah-lakunya.
Perbedaan ruh dan jiwa, dibedakn menjadi tiga yakni yakni pertama karena subtansinya, yang kedua fungsinya, dan yang ketiga sifatnya. Untuk lebih jelasnya akan di bahas lebih mendalam lagi di bab II tentang pembahasan.

BAB II
PEMBAHASAN

Jiwa dalam bahasa Arab disebut Nafs, dan dalam bahasa Yunani disebut Psyche yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu Soul. Secara harfiah kata An nafs adalah esensi, hakikat atau realita sesuatu. Sedangkan dalam terminologi filosof yakni Aristoteles (384-322 SM) berpendapat lain dari gurunya, jiwa itu adalah daya hidup bagi makhluk hidup. Jadi, di mana ada hidup di situlah ada jiwa. Lalu pendapat dari, Rene Descartes (1596-1656) mengatakan bahwa jiwa merupakan Zat Rohaniah, dan tubuh adalah Zat Jasmaniah. Dari zat rohaniah inilah munculnya tingkah laku manusia yang disebut tingkah laku rasional. Sedangkan dari zat jasmaniah itu muncul tingkah laku mekanis. Dan dalam buku Imam Ar- Razi, jiwa manusia adalah sesuatu yang digambarkan mempunyai semua jenis persepsi dan tindakan .[1]  Dalam terminologi etika nafs berarti khayalan atau angan palsu dari ego manusia yang terpisa dari indepensen, kata ini juga disebut jiwa jasmani atau hawa nafsu.[2]
Pengertian Ruh menurut Imam Al Gazaly yakni, bahwa roh itu mempunyai dua pengertian; Roh Jasmaniah dan Roh Rohaniah. Roh jasmaniah ialah zat halus yang berpusat di ruangan hati (jantung) serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) tersebut, ke seluruh tubuh. Karenanya manusia bisa bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari yang ghoib, dengan roh ini manusia dapat mengenal cirinya sendiri, dan mengenal Tuhannya serta menyadari keberadaan orang lain, (berkepribadian, ber-Ketuhanan dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas segala tingkah-lakunya. Sedangkan menurut Ibnu Qayyim al Jauzy menyatakan pendapatnya, bahwa, roh merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup bergerak menembusi anggota-anggota tubuh dan menjalar di dalam diri manusia. [3]
Setelah pengertian jiwa dan ruh dari berbagai pendapat, akan ditemukan perbedaan antara jiwa dan ruh. Ada tiga hal yang menyebabkan jiwa dan ruh berbeda, yang pertama karena substansinya, yang kedua karena fungsinya, dan yang ketiga karena sifatnya.
Perbedaan yang pertama dari segi substansinya, yakni dari segi kualitas ‘dzat’nya, jiwa digambarkan sebagai dzat yang bisa berubah-ubah kualitasnya. Sedangkan ruh digambarkan sebagai dzat yang berkualitas tinggi.
Dalam surat Al-Hijr, Allah berfirman:
#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ  
“Maka apabila Aku Telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah Meniupkan ruh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
            Tingginya kualitas ruh itu tergambar dari 2 hal, sebagaimana disebutkan ayat di atas. Yang pertama, ditunjukkan oleh tunduknya malaikat kepada manusia. Dan yang kedua, ditunjukkan oleh penggunaan ‘kata ganti’ Ku, yang menggambarkan bahwa Allah mengakui betapa dekatNya dzat yang bernama ruh itu dengan Allah.[4] Malaikat tunduk kepada Adam setelah Allah ‘meniupkan’ ruhNya kepada Adam. Setelah Allah menyempurnakan kejadian Adam sebagai seorang manusia, dapat disimpulkan bahwa kualitas Ruh itulah yang menyebabkan meningkatnya kualitas seseorang manusia, sehingga menjadikan para malaikat menghormatinya.
            Dengan ruh manusia menjadi memiliki kehendak. Dengan ruh pula manusia bisa berilmu pengetahuan, dan dengan ruh manusia memiliki perasaan cinta dan kasih sayang, bijaksana, dan ruh adalah dzat yang menjadi media penyampaian sifat-sifat Ketuhanan di dalam kehidupan manusia.
            Dalam kaitannya dengan fisik, Allah menjelaskan bahwa ruh tersebutlah yang menjadikan fungsi-fungsi kehidupan seperti penglihatan, pendengaran dan hati seorang manusia bisa dipahami oleh jiwa. Jika tidak karena ruh, maka fungsi penglihatan, pendengaran dan ‘hati’ tidak menghasilkan kefahaman sebagaimana seorang hati manusia. Apabila kita bisa merasakan betapa istimewanya ruh, maka ruh-lah yang menjadikan kita sebagai manusia seutuhnya, yang ‘menularkan’ sifat-sifat Allah yang serba sempurna dalam skala kehidupan manusia. Karena demikian tingginya kualitas ruh itu, maka di ayat lain, Allah menegaskan bahwa ruh adalah urusan Allah. QS. Al Israa’ (17): 85

štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ̍øBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit
            Perbedaan yang kedua, antara jiwa dan ruh adalah pada fungsinya. Jiwa digambarkan sebagai ‘sosok’ yang bertanggung jawab atas segala perbuatan kemanusiaannya. Bukan ruh yang bertanggung jawab atas segala perbuatan manusia, melainkan jiwa. Ruh adalah dzat yang selalu baik dan berkualitas tinggi. Sebaliknya hawa nafsu adalah dzat yang berkualitas rendah dan selalu mengajak kepada keburukan. Sedangkan jiwa adalah dzat yang bisa memilih kebaikan atau keburukan tersebut. Maka, jiwa harus bertanggung jawab terhadap pilihannya itu.
            Setiap jiwa akan menerima konsekuensi atau balasan dari perbuatan jeleknya atau perbuatan baik. Sedangkan ruh, selalu ‘mengajak’ kepada kebaikan. QS. Al Mursalat (77): 1
ÏM»n=yößJø9$#ur $]ùóãã ÇÊÈ
            “Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan.”
            QS. Fathiir (35): 5
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# ¨bÎ) yôãur «!$# A,ym ( Ÿxsù ãNä3¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# ( Ÿwur Nä3¯R§äótƒ «!$$Î/ ârátóø9$# ÇÎÈ
“Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.”
Dan yang ketiga, perbedaan itu ada pada sifatnya. Jiwa bisa merasakan kesedihan, kekecewaan, kegembiraan, kebahagiaan, ketentraman, ketenangan, dan kedamaian. Sedangkan ruh bersifat stabil dalam ‘kebaikan’ tanpa mengenal perbandingan. Ruh adalah kutub positif dari sifat kemanusiaan. Sebagai lawan dari sifat setan yang negatif.
Jadi kalau digambarkan secara ringkas, Allah menciptakan badan manusia dari material tanah dan kemudian ‘meniupkan’ sebagai ruh-Nya kepada badan itu. Maka, hiduplah ‘bahan organik tanah’ menjadi badan manusia, disebabkan oleh adanya ruh. Dan akibatnya dari bersatunya badan dan ruh, sejak saat itu pula mulai aktiflah jiwa manusia.
Jiwa adalah akibat, bukan penyebab, penyebab utama adalah masuknya ruh ke dalam badan, kemudian muncullah jiwa sebagai interaksi antara ruh dengan badan. Ruh mewakili sifat-sifat malaikat yang penuh dengan ketaatan, keikhlasan, akal sehat, kesucian, cinta kasih dan kesempurnaan.

                                                                       BAB III
PENUTUP  

KESIMPULAN:
            Kesimpulan, bahwa ada tiga perbedaan jiwa dan ruh ada tiga, yakni pertama karena subtansinya, yang kedua fungsinya, dan yang ketiga sifatnya.
         

DAFTAR PUSTAKA:
ar-Razi Imam. 2000, Ruh dan Jiwa Tinjuan Filosofis dalam Perspektif Islam
            (Surabaya:Risalah Gusti)
Sangkan Abu.2002, Berguru kepada Allah (Jakarta: Yayasan Shalat Khusyu’)
Mustofa Agus. Menyelam Ke Samudera Jiwa dan Ruh (Surabaya:Padma Press)
           


[1] Imam ar-Razi,  Ruh dan Jiwa, Tinjauan filosofis dalam Persektif Islam (Surabaya:Risalah Gusti,2000), 94
[2] Abu Sangkan, Berguru Kepada Allah (Jakarta:Yayasan Shalat Khusyu’,2002), 63
[4] Agus Mustofa, Menyelam Ke Samudera Jiwa & Ruh (Surabaya:Padma Press), 22

No comments:

Post a Comment