PERBEDAAN JIWA DAN RUH
diajukan untuk memenuhi mata kuliah
PSIKOLOGI
Dosen Pembimbing
Dra.Ragwan Albar, M. Fil.i
Disusun Oleh
Nita Herlina Ekasaputri (B03211025)
Kelas 2C1
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN
AMPEL
SURABAYA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jiwa
yakni ‘sesuatu’ yang bisa ada dan tidak ada, atau bisa keluar dan masuk pada
seorang manusia ketika dia masih hidup. Sedangkan ruh dapat di bagi menjadi 2
yakni Roh jasmaniah ialah zat halus yang berpusat di ruangan hati (jantung)
serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) tersebut, ke seluruh
tubuh. Karenanya manusia bisa bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai
perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan.
Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari yang ghoib, dengan roh ini manusia
dapat mengenal cirinya sendiri, dan mengenal Tuhannya serta menyadari
keberadaan orang lain, (berkepribadian, ber-Ketuhanan dan berperikemanusiaan),
serta bertanggung jawab atas segala tingkah-lakunya.
Perbedaan
ruh dan jiwa, dibedakn menjadi tiga yakni yakni pertama karena subtansinya,
yang kedua fungsinya, dan yang ketiga sifatnya. Untuk lebih jelasnya akan di
bahas lebih mendalam lagi di bab II tentang pembahasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Jiwa
dalam bahasa Arab disebut Nafs, dan dalam bahasa Yunani disebut Psyche yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu Soul. Secara harfiah kata An nafs
adalah esensi, hakikat atau realita sesuatu. Sedangkan dalam terminologi filosof
yakni Aristoteles (384-322 SM) berpendapat lain dari gurunya, jiwa itu adalah
daya hidup bagi makhluk hidup. Jadi, di mana ada hidup di situlah ada jiwa.
Lalu pendapat dari, Rene Descartes (1596-1656) mengatakan bahwa jiwa merupakan
Zat Rohaniah, dan tubuh adalah Zat Jasmaniah. Dari zat rohaniah inilah
munculnya tingkah laku manusia yang disebut tingkah laku rasional. Sedangkan
dari zat jasmaniah itu muncul tingkah laku mekanis. Dan dalam buku Imam Ar-
Razi, jiwa manusia adalah sesuatu yang digambarkan mempunyai semua jenis
persepsi dan tindakan .[1] Dalam terminologi etika nafs berarti khayalan
atau angan palsu dari ego manusia yang terpisa dari indepensen, kata ini juga
disebut jiwa jasmani atau hawa nafsu.[2]
Pengertian
Ruh menurut Imam Al Gazaly yakni, bahwa roh itu mempunyai dua pengertian; Roh
Jasmaniah dan Roh Rohaniah. Roh jasmaniah ialah zat halus yang berpusat di
ruangan hati (jantung) serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah)
tersebut, ke seluruh tubuh. Karenanya manusia bisa bergerak (hidup) dan dapat
merasakan berbagai perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai
kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari
yang ghoib, dengan roh ini manusia dapat mengenal cirinya sendiri, dan mengenal
Tuhannya serta menyadari keberadaan orang lain, (berkepribadian, ber-Ketuhanan
dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas segala tingkah-lakunya.
Sedangkan menurut Ibnu Qayyim al Jauzy menyatakan pendapatnya, bahwa, roh
merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup bergerak menembusi anggota-anggota
tubuh dan menjalar di dalam diri manusia. [3]
Setelah
pengertian jiwa dan ruh dari berbagai pendapat, akan ditemukan perbedaan antara
jiwa dan ruh. Ada tiga hal yang menyebabkan jiwa dan ruh berbeda, yang pertama
karena substansinya, yang kedua karena fungsinya, dan yang ketiga karena
sifatnya.
Perbedaan
yang pertama dari segi substansinya, yakni dari segi kualitas ‘dzat’nya, jiwa
digambarkan sebagai dzat yang bisa berubah-ubah kualitasnya. Sedangkan ruh
digambarkan sebagai dzat yang berkualitas tinggi.
Dalam
surat Al-Hijr, Allah berfirman:
#sÎ*sù ¼çmçF÷§qy àM÷xÿtRur ÏmÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
“Maka
apabila Aku Telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah Meniupkan ruh
(ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
Tingginya
kualitas ruh itu tergambar dari 2 hal, sebagaimana disebutkan ayat di atas.
Yang pertama, ditunjukkan oleh tunduknya malaikat kepada manusia. Dan yang
kedua, ditunjukkan oleh penggunaan ‘kata ganti’ Ku, yang menggambarkan bahwa
Allah mengakui betapa dekatNya dzat yang bernama ruh itu dengan Allah.[4]
Malaikat tunduk kepada Adam setelah Allah ‘meniupkan’ ruhNya kepada Adam.
Setelah Allah menyempurnakan kejadian Adam sebagai seorang manusia, dapat
disimpulkan bahwa kualitas Ruh itulah yang menyebabkan meningkatnya kualitas
seseorang manusia, sehingga menjadikan para malaikat menghormatinya.
Dengan ruh manusia menjadi memiliki
kehendak. Dengan ruh pula manusia bisa berilmu pengetahuan, dan dengan ruh
manusia memiliki perasaan cinta dan kasih sayang, bijaksana, dan ruh adalah
dzat yang menjadi media penyampaian sifat-sifat Ketuhanan di dalam kehidupan
manusia.
Dalam kaitannya dengan fisik, Allah
menjelaskan bahwa ruh tersebutlah yang menjadikan fungsi-fungsi kehidupan
seperti penglihatan, pendengaran dan hati seorang manusia bisa dipahami oleh
jiwa. Jika tidak karena ruh, maka fungsi penglihatan, pendengaran dan ‘hati’
tidak menghasilkan kefahaman sebagaimana seorang hati manusia. Apabila kita
bisa merasakan betapa istimewanya ruh, maka ruh-lah yang menjadikan kita sebagai
manusia seutuhnya, yang ‘menularkan’ sifat-sifat Allah yang serba sempurna
dalam skala kehidupan manusia. Karena demikian tingginya kualitas ruh itu, maka
di ayat lain, Allah menegaskan bahwa ruh adalah urusan Allah. QS. Al Israa’
(17): 85
tRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ÌøBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# wÎ) WxÎ=s% ÇÑÎÈ
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit
Perbedaan yang kedua, antara jiwa
dan ruh adalah pada fungsinya. Jiwa digambarkan sebagai ‘sosok’ yang bertanggung
jawab atas segala perbuatan kemanusiaannya. Bukan ruh yang bertanggung jawab
atas segala perbuatan manusia, melainkan jiwa. Ruh adalah dzat yang selalu baik
dan berkualitas tinggi. Sebaliknya hawa nafsu adalah dzat yang berkualitas
rendah dan selalu mengajak kepada keburukan. Sedangkan jiwa adalah dzat yang
bisa memilih kebaikan atau keburukan tersebut. Maka, jiwa harus bertanggung
jawab terhadap pilihannya itu.
Setiap jiwa akan menerima
konsekuensi atau balasan dari perbuatan jeleknya atau perbuatan baik. Sedangkan
ruh, selalu ‘mengajak’ kepada kebaikan. QS. Al Mursalat (77): 1
ÏM»n=yößJø9$#ur $]ùóãã ÇÊÈ
“Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan.”
QS. Fathiir (35): 5
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# ¨bÎ) yôãur «!$# A,ym ( xsù ãNä3¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# ( wur Nä3¯R§äót «!$$Î/ ârátóø9$# ÇÎÈ
“Hai manusia,
Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan
dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu,
memperdayakan kamu tentang Allah.”
Dan
yang ketiga, perbedaan itu ada pada sifatnya. Jiwa bisa merasakan kesedihan,
kekecewaan, kegembiraan, kebahagiaan, ketentraman, ketenangan, dan kedamaian.
Sedangkan ruh bersifat stabil dalam ‘kebaikan’ tanpa mengenal perbandingan. Ruh
adalah kutub positif dari sifat kemanusiaan. Sebagai lawan dari sifat setan
yang negatif.
Jadi
kalau digambarkan secara ringkas, Allah menciptakan badan manusia dari material
tanah dan kemudian ‘meniupkan’ sebagai ruh-Nya kepada badan itu. Maka, hiduplah
‘bahan organik tanah’ menjadi badan manusia, disebabkan oleh adanya ruh. Dan
akibatnya dari bersatunya badan dan ruh, sejak saat itu pula mulai aktiflah
jiwa manusia.
Jiwa
adalah akibat, bukan penyebab, penyebab utama adalah masuknya ruh ke dalam
badan, kemudian muncullah jiwa sebagai interaksi antara ruh dengan badan. Ruh
mewakili sifat-sifat malaikat yang penuh dengan ketaatan, keikhlasan, akal
sehat, kesucian, cinta kasih dan kesempurnaan.
PENUTUP
KESIMPULAN:
Kesimpulan, bahwa ada tiga perbedaan jiwa dan ruh ada
tiga, yakni pertama karena subtansinya, yang kedua fungsinya, dan yang ketiga
sifatnya.
DAFTAR PUSTAKA:
ar-Razi
Imam. 2000, Ruh dan Jiwa Tinjuan
Filosofis dalam Perspektif Islam
(Surabaya:Risalah Gusti)
Sangkan
Abu.2002, Berguru kepada Allah (Jakarta:
Yayasan Shalat Khusyu’)
Mustofa
Agus. Menyelam Ke Samudera Jiwa dan Ruh (Surabaya:Padma
Press)
http://www.google.com/Pengertian Jiwa dan Ruh
[1] Imam ar-Razi, Ruh
dan Jiwa, Tinjauan filosofis dalam Persektif Islam (Surabaya:Risalah
Gusti,2000), 94
[2]
Abu Sangkan, Berguru Kepada Allah (Jakarta:Yayasan
Shalat Khusyu’,2002), 63
[3] http://www.google.com/Pengertian
Jiwa dan Ruh
[4]
Agus Mustofa, Menyelam Ke Samudera Jiwa
& Ruh (Surabaya:Padma Press), 22
No comments:
Post a Comment