Wednesday, July 4, 2012

wong manis

Nama       : Riyo perdana

NIM        :  B03211028
Alamat     :  Bulak Cumpat - Bulak- Surabaya
TTL         :  Surabaya, 29 Oktober  1991
Cita-cita   :  Konselor  yang Berwibawa
Hobi        :  Mikirin sesuatu Yang belum terfikir, ngopi, berenang, mbolang, nonton drag
Motto      : Senyumilah ketidak mungkinan

Pembahasan
1. Pengertian Jiwa
Dalam permasalahan ini al ghazali tidak banyak menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh al- farabi, terutama ibnu sina. Menurut al – ghazali yakni jiwa dibagi menjadi 3 jenis jiwa yaitu :
a) Jiwa nabatiyyah adalah kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan jenisnya. 
b) Jiwa hayawaniyyah adalah kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan iradah.
c) Jiwa insaniyyah adalah kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis dari segi melakukan perbuatan dengan ikhtiar akali dan istimbat dengan pikiran, dan dari segi mengetahui hal-hal yang umum.
Jiwa bagi al- ghazali adalah suatu zat(jauhar) dan bukan suatu keadaan atau aksiden (ardh). Jasad adanya bergantung pada jiwa bukan sebaliknya. Bagi al-ghazali jiwa yang berasal dari ilahi mempunyai potensi kodrat, yaitu kecenduerungannya dan keengganan kepada kekejian. Karena itu, kecenderungan jiwa kepada kejahatan (yang timbul setelah hadirnya nafsu) bertentangan dengan tabiat aslinya.
2. Hubungan Jiwa Dengan Jasad
Adapun hubungan jiwa dan jasad dari segi pandangan moral adalah setiap jiwa diberi jasad, sehingga dengan bantuanya jiwa bisa mendapatkan bekal bagi hidup kekalnya.karena jiwa merupakan inti hakiki manusia dan jasad hanyalah alat baginya untuk mencari bekal dan kesempurnaan karena jasad sangat diperlukan oleh jiwa  maka ia harus dirawat baik-baik. Dalam bahasa sederhananya menurut al-ghazali kedudukan jiwa dalam jasad bagaikan kedudukan  walikota dalam kota prajanya.
Semua yang ada pada jasad merupakan “pembantu jiwa” sebagian pembantu jiwa itu yang nyata ialah seperti tangan, kaki, bagian-bagian tubuh luar dan dalam yang lain. Adapun pembantu lain yang tidak terlihat dan dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :
a) Sumber bagi motif dan rangsangan yaitu : motif untuk mendapatkan yang bermanfaat disebut keinginan, dan  motif untuk menolak yang merusak dinamakan kemarahan
b) Kekuatan yang menggerakkan anggota badan ke arah benda yang diinginkan atau menjuhi benda yang dibenci yaitu : menyebar pada semua anggota tubuh khususnya pada otak dan syaraf.
c) Kemampuan menangkap pengetahuan yang terdiri dari dua macam alat yaitu : yang pertama ialah panca indera dan yang kedua ialah lima daya yang berada pada lima tempat di otak manusia.yakni daya khayal yaitu penggambaran atau representasi, daya simpan atau retensi, daya fikir, daya ingat, sensus communis (al-hiss al-musytarak). Semua indera dan daya ini juga ditemukan pada hewan-hewan. Adapun daya yang khas pada amnusia yaitu daya pencapai pengetahuan, yakni akal. Akal mengetahui kenyataan-kenyataan didunia ini dan di akhirat yang tak dapat ditangkap oleh indera. 
3. Keabadian Jiwa 
Dalam masalah keabadian jiwa tidak ada pebedaan pendapat dalam kalangan umat islam. Namun demikian al-ghazali telah mengemukakan dua dalil tentang keabadian jiwa yaitu dalil syar’i dan dalil akal.
Adapun dalil syar’i antara lain firman allah yang artinya “janganlah u mengira orang-orang yang terbunuh di jalan allah itu mati, tetapi mereka hidup, mendapat rezeki dari tuhanya dengan karunia yang diberikan-Nya kepada mereka”. Dan ajaran islam tentang “ampunan” dan “rahmat” hanya bagin orang yang kekal, tidak bagi yang fana. Dengan demikian pula sedekah yang diberikan dan doa yang diminta untuk yang telah meninggal termasuk dalam hal-hal yang telah menjadi aqidah umat islam bahwa jiwa itu kekal setelah berpisah denganm jasad.
Adapun dalil akal, maka pada umumnya al-ghazali mengambil dari ibnu sina antara lain :
Ø Ketunggalan jiwa . kata al-ghazali kefanaan itu adalah terurainya apa yang tadinya tersusun. Oleh karena itu jiwa pada hakikatnya tunggal, tidak terdiri unsur-unsur, maka tentunya tidak terurai, sehingga ia tidak fana tapi kekal.
Ø Kebebasan jiwa dari jasad. Dalil ini didasarkan pada hubungan jiwa dengan jasad. Hubungan ini kata al-ghazali bukan hubungan kemestian dan bukan pula hubungan sebab- akibat, sehingga tidak mesti jika jasad rusak maka jiwa juga harus rusak. Jasad sudah nyata rusaknya, sedangkan jiwa adalah jauhar rohani, bukan materi dan forma, sehingga ia tidak mungkin rusak, karena rusak itu bukan sifatnya.
4. Daya-daya Jiwa
Menurut al-ghazali pembagian jiwa yang meliputi : jiwa nabatiyyah, jiwa hayawaniyyah dan jiwa insaniyyah. Bahwasanya jiwa hayawaniyyah mempunyai dua daya yaitu :
1) Daya penggerak (al-quwwah al-muharrikah)
Daya ini merupakan dorongan untuk bergerak terhadap hal-hal yang dirindui, sehingga dilakukanya, atau terhadap hal-hal yang tidak disenangi atau ditakuti, sehingga dijauhinya. Jadi dalam daya ini terdapat dua hal yakni : dorongan dan gerak untuk berbuat.
2) Daya mengetahui (al-quwwah al-mudrikah) 
Dalam daya ini ada dua bagian yaitu: daya lahir dan daya batin. Daya yang lahir adalah panca indera, yaitu pendengaran, penglihatan,ciuman, rasa, sentuhan.dan yang batin adalah khayal, tafakkur, hafalan, ingatan dan waham.
Semua daya ini terdapat pada hewan dan manusia kecuali daya tafakkur yang hanya terdapat pada manusia saja.kemudian al-ghazali daya jiwa manusia dalam bentuk lain, atas pertimbangan bahwa sifat itu mengetahui hal-hal yang gaib. Dengan demikian jiwa memiliki dua daya yaitu : daya amali yang merupakan dasar penggerak bagi jasad manusia untuk melakukan ketrampilan, dan daya teori yang merupakan daya mengetahui hakikat ilmu yang abstrak, yaitu akal. Dengan daya ini orang menerima ilmu pengetahuan dari malaikat.
Penutup
Kesimpulan 
Jadi definisi jiwa menurut pemikiran al-ghazali ialah kesempurnaan awal bagi jisim alami yang orgsnis baik dari sisi nabatiyyah, hayawaniyyah, dan insaniyyah. Dan jiwa disini, mempunyai kemampuan memahami, sehingga segala perbuatan manusia didunia membawa makna dalam kehidupan manusia.
Jiwa menurut al-ghazali mempunyai daya-daya jiwa, daya-daya jiwa disini dibagi menjadi dua daya yaitu :
1) Daya penggerak yaitu : Dorongan dan gerak untuk berbuat.
2) Daya mengetahui yaitu  daya lahir dan batin.

DAFTAR PUSTAKA
 Daudy, Ahmad. Kuliah Filsafat, Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1989
Nasution, Hasyimsyah.  Filsafat Islam, Jakarta:Gaya Media Pratama, 1999

Monday, July 2, 2012

KEBUDAYAAN dan MASYARAKAT


KEBUDAYAAN dan MASYARAKAT
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
 SOSIOLOGI





Pembimbing :
Mohamad Thohir, M. Pd.i
Disusun Oleh :
Leni Puspita Sari                  ( B03211016)
Rio Perdana                           (B03211028)
Siti Indarwati                         (B03211031)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM / C1
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb      
Segala puji bagi Allah yang maha kuasa yang mana karena rahmat dan hidayah-NYA. Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam bagi hambah dan rasul-NYA Muhammad SAW yang Ia utus sebagai rahmat bagi semesta alam sebagai pemberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan memberi peringatan bagi orang-orang kafir. Mudah-mudahan terlimpah pula kepada keluargaNYA, sahabat-sahabatNYA, dan orang-orang yang menempuh jalanNYA serta mengikuti petunjukNYA hingga hari kiamat.
Berkat rahmat serta hidayahNYA akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul Kebudayaan dan Masyarakat dan kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Mohamad Thohir, M. Pd.i selaku dosen pembimbing bidang study Sosiologi. Serta teman-teman yang telah  memberikan motivasi kepada kami dalam pembuatan makalah ini. Semoga dapat manfaat bagi yang membacanya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyk kelemahan dan kekurangan, maka dari itu penulis pengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Wassalamu’alaikum wr. wb
                                                                         

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Secara etimologis kebudayaan berasal dari kata bahasa sansekerta, buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sedangakan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture.  Kata ini berasal dari kata bahasa Latin yaitu colere yang berarti mengelolah atau mengerjakan yaitu mengelolah tanah atau bertani. Makna dari istilah itu kemudian mengalami perluasan yakni merujuk semua kegiatan manusia untuk mengelolah atau mengubah alam.  
2.      Rumusan masalah
1)      Apa pengertian kebudayaan dan masyarakat?
2)      Apa saja fungsi kebudayaan dan masyarakat?
3)      Apa saja unsur-unsur kebudayaan dan msyarakat?
4)      Apa hakikat kebudayaan dan masyarakat?
3.      Tujuan
1.     Untuk mengetahui pengertian kebudayaan dan masyarakat
2.     Untuk mengetahui fungsi-fungsi kebudayaan dan masyarakat
3.     Untuk mengetahui unsur-unsur kebudayaan dan masyarakat
4.     Untuk mengetahui hakikat kebudayaan dan masyarakat






                                                            BAB II      
PEMBAHASAN
1.       Pengertian Kebudayaan dan Masyarakat
Definisi klasik kebudayaan seperti dikemukakan oleh Edward B. Taylor adalah keseluruhan kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Atau secara sederhana bisa dikatakan kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat.
Berdasar asal usul katanya kebudayaan berasal dari bhs Sansekerta buddhayah (bentuk jamak). Bentuk tunggal : buddhi (budi atau akal). Jadi berdasarkan asal usul katanya kebudayaan diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Dari bahasa Inggris culture berasal dari bhs Latin (colere) yang artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Jadi culture adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. [1]
Kebudayaan dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu kebudayaan materi dan nonmateri. Kebudayaan nonmaeri terdiri dari kata-kata yang dipergunakan orang, hasil pemikiran, adat istiadat, keyakinan, dan kebiasaan yang diikuti anggota masyarakat. Kebuadayaan materi terdiri atas benda-benda hasilkarya misalnya, alat-alat, mebel, mobil, bangunan ladang yang diolah, jembatan dsb.
Kebudayaan (culture) sering dicampuradukan dengan masyarakat (society), yang sebenarnya arti keduanya berbeda. Kebuadayaan adalah sistem nilai dan norma, sementara masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mendiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memeliki kebuadayaan yang sama, dan melakukan sebagain besar kegiatannya dalam kelompok tersebut. Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain.

2.       Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. [2]Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut di atas, untuk sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar oleh karma kemampuan manusia adalah terbatas,dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptanya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.
Hasil karca masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di Mana melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya.[3]
Adapun fungsi kebudayaan dan masyarakat adalah:
        Mengatasi Tekanan Hidup
        Wahana dan wadah pegembangan diri
        Pedoman memenuhi kebutuhan hidup (primer, sosial dan integratif).
Hasil-hasil penemuan manusia itu sendiri memungkinkan manusia untuk dapat mengatasi tekanan alam. Kalau sebelumnya manusia sangat tergantung pada kemurahan alam, namun kemudian manusia menyadari bahwa ia harus mengelolah alam itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak hanya itu kebudayaan dapat juga sebagai wahana ekspresi diri, media komunikasi dengan anggota masyarakat yang lainnya. Bahasa, norma misalnya memungkinkan manusia dapat bersosialisasi dengan anggota masyarakat yang lainnya.
3.      Unsur Kebuadayaan Universal
Istilah ini menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di manapun di dunia ini. Para antropolog yang membahas persoalan tersebut secara lebih mendalam, be¬lum mempunyai pandangan seragam yang dapat diterima. Antropolog C. Kluckhohn di dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture" telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai hal itu. Inti pendapat-pendapat para sarjana itu menunjuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu:
1.      Teknologi
2.      Organisasi
3.      Sistem pengetahuan.
4.      Bahasa
5.      Kesenian
6.      Ekonomi
7.      Religi (sistem kepercayaan).
Cultural-universals tersebut di atas, dapat dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau Cultural Aclivity.13 Sebagai contoh, cultural universals pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan lain-lain. Kesenian misalnya, meliputi kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara dan lain-lain. Selanjutnya Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang disebutnya trait-complex.[4]
Menurut Bronislaw Malinowski yang selalu mencoba mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan, tak ada suatu unsur kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan. Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan-kebiasaan serta dorongan, tanggapan yang didapat dengan belajar serta dasar-dasar untuk organisasi, harus diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkari pemuasan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.

4.      Hakekat Kebudayaan
·         budayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
·         Kebudayaan telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya generasi tertentu
·         Kebudayaan diwujudkan dalam perilaku, termasuk aturan-aturan, kewajiban masyarakat.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara substantif, E.B. Tylor  memberikan defenisi mengenai kebudayaan sebagai suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia  sebagai anggota masyarakat. secara sederhana bisa dikatakan kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat.













DAFTAR PUSTAKA
Worsley, Peter. 1992. Pengantar Sosiologi sebuah Perbandingan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
M. Kelly, Gail. 1988. Panduan Dasar Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Aminuddin, Ram. 1992. Sosiologi. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.



[1] Peter, Worsley. Pengantar Sosiologi sebuah Perbandingan. (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1992). Hal. 225
[2] Gail, M. Kelly. Panduan Dasar Ilmu-ilmu Sosial. (Jakarta: Rajawali Pers, 1988). Hal. 114
[3] Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineka Cipta, 1991). Hal. 55                                          

[4] Ram, Aminuddin. Sosiologi. (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1992). Hal. 57

AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA


AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah
AKHLAK TASAWUF





DOSEN PEMBIMBING:
Dr. H. Abd. Syakur, M.Ag
NAMA KELOMPOK III

KATA PENGANTAR
            Bismillaahirrahmaanirrahiim,
            Segala Puji bagi ALLAH, Tuhan Semesta Alam yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya dan Karunia-Nya, Shalawat serta Salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W., keluarganya, para sahabat, dan seluruh umatnya. Kami bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga Makalah yang berjudul: “Akhlak Terhadap Sesama Manusia” dapat terselesaikan.
            Materi dalam Makalah ini disusun berdasarkan Studi Pustaka dan Referensi-referensi yang sesuai dengan tujuan, agar pada umumnya dapat lebih memahami tentang Akhlak, dan Manusia dalam Akhlak tersebut.
            Kami menyadari, bahwa dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu kepada para pembaca khususnya, kami mengharapkan Saran dan Kritik demi kesempurnaan Makalah ini.
            Semoga Makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya. Amin.


Surabaya, 16 April 2012


                                                                                                                           Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
            Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusuannya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima.
            Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran (sunat) dan larangan anjuran (makruh).
            Apalagi pada zaman sekarang ini, banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan, sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awam, seperti ungkapan, “wah…udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua”, atau ucapan: “dia sih agamanya bagus, tapi sama tetangga tidak pedulian…..”, dan lain-lain.
            Seharusnya, ucapan-ucapan seperti ini atau pun semisal dengan ini menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak Islam, bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan Islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat, bahwa tauhid sebagai sisi pokok atau inti, Islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat, Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap ALLAH, dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya, berarti ia adalah sebaik-baik manusia.    Semakin sempurna tauhid seseorang, maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seseorang mywahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.
            Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembahasan akan dititikberatkan pada “Akhlak Terhadap Sesama Manusia”.

B.     Rumusan Masalah
            Dalam makalah ini pemakalah merumuskan masalah yakni:
1.      Apa definisi akhlak?
2.      Bagaimanakah hubungan akhlak terhadap sesama manusia?

C.     Tujuan Makalah
            Dari rumusan masalah yang telah kami buat, pemakalah dapat mengambil tuuan dalam pembuatan makalah ini yakni:
1.      Untuk mengetahui definisi akhlak.
2.      untuk mengetahui hubungan akhlak terhadap sesama manusia.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Akhlak
            Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya tabiat, budi pekerti, watak, atau kesopanan. Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama, kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia), moral, ethic (Bahasa Inggris), ethos, ethikos (Bahasa Yunani).
            Untuk mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a.       Ibnu Maskawaih mendefinisikan,
         Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang       mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui       pertimbangan (terlebih dahulu);
b.      Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan,
         sementara orang membuat definisi Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan Akhlak;
c.       Al-Qurthuby mendefinisikan,
         Akhlak adalah suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya yang disebut Akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian darinya;
d.      Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan,
         Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain);
e.       Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan,
         Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja;
f.       Imam Al-Ghazali mendefinisikan,
         Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.
            Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu merupakan bagian dari kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluk tidak dapat dipisahkan pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat mempengaruhi perbuatan setiap manusia.
Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk, dengan menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.
            Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menekankan, bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu menimbulkan perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun ketiganya menekankan keadaan jiwa sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari sisi lain mereka berbeda pendapat, yaitu:
1. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy menekankan hanya perbuatan baik saja yang disebutnya akhlak;
2. Ibnu Maskawaih menekankan seluruh perbuatan manusia yang disebutnya akhlak;
3. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang disebutnya akhlak.

B.     Akhlak  Terhadap Sesama Manusia
            Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun bi at tob'i). Integritas manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas pribadi, integritas keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga; pribadi, keluarga dan masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi. Masyarakat yang baik terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik, dan keluarga yang baik juga terbangun oleh individu-individu anggauta keluarga yang baik, sebaliknya suasana keluarga akan mewarnai integritas individu dan suasana masyarakat juga mewarnai integritas keluarga dan individu.
            Hubungan antar anggota masyarakat ada yang diikat oleh faktor domisili pertetanggaan, ada juga yang diikat oleh kesamaan profesi, atau kesamaan asal usul dan kesamaan sejarah. Oleh karena itu disamping ada masyarakat lingkungan juga ada masyarakat pers, masyarakat pendidikan, masyarakat ekonomi, masyarakat politik dan sebagainya, juga ada masyarakat etnik dan masyarakat bangsa.
            Dalam perspektip ini kita mengenal ungkapan yang mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah anak zaman, artinya kualitas masyarakat seperti apa akan melahirkan pemimpin seperti apa. Seorang penulis juga anak dari zamannya, artinya pemikiran yang muncul dari seorang penulis mencerminkan keadaan masyarakat zamannya. Bagi orang yang sadar akan makna dirinya sebagai makhluk sosial maka ia bukan hanya dibentuk oleh masyarakatnya, tetapi secara sadar berusaha membangun masyarakat sesuai dengan konsep yang dimilikinya.
            Secara berencana ia membangun institusi-institusi yang akan menjadi pilar terbangunnya masyarakat yang diimpikan, satu pekerjaan yang sering disebut dengan istilah rekayasa sosial, social enginering. Islam mengajarkan bahwa antara individu dengan individu yang lain bagaikan struktur bangunan (ka al bun yan), yang satu memperkuat yang lain. Masyarakat yang ideal adalah yang berinteraksi secara dinamis tetapi harmonis, seperti yang diumpamakan oleh Nabi bagaikan satu tubuh (ka al jasad al wahid), jika satu organ tubuh menderita sakit maka organ yang lain ikut merasakannya dan keseluruhan organ tubuh melakukan solidaritas.
            Dari sudut tanggung jawab anggauta masyarakat, suatu masyarakat itu diibaratkan Nabi dengan penumpang perahu, jika ada seorang penumpang di bagian bawah melubangi kapal karena ingin cepat memperoleh air, maka penumpang yang di bagian atas harus mencegahnya, sebab jika tidak, yang tenggelam bukan hanya penumpang yang di bawah, tetapi keseluruhan penumpang perahu, yang bersalah dan yang tidak.
            Jadi disamping setiap individu memiliki HAM yang perlu dilindungi, dan setiap keluarga memiliki kehidupan privacy yang perlu dihormati, maka suatu masyarakat juga memiliki norma-norma dan tatanan sosial yang harus dipelihara bersama. Pelanggaran atas norma-norma sosial akan berakibat terjadinya kegoncangan sosial yang dampaknya akan dirasakan oleh setiap keluarga dan setiap individu. Akhlak terhadap masyarakat adalah bertujuan memelihara keharmonisan tatanan masyarakat agar sebagai lembaga yang dibutuhkan oleh semua anggauta masyarakat ia berfungsi optimal.
            Di dalam lingkungan masyarakat yang baik, suatu keluarga akan berkembang secara wajar, dan kepribadian individu akan tumbuh secara sehat.
Diantara akhlak terhadap masyarakat adalah:
1.      Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin lama akan memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari melakukan sesuatu yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan masyarakat, memamerkan kemewahan di tengah masa krisis ekonomi, menunjukkan arogansi kekuasaan di tengah masyarakat yang lemah, menyelenggarakan kegiatan demontratif yang mengganggu kekhustyu'an orang beribadah, dan sebagainya.
2.      Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan jadwal kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya, menempuh jalur urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada disiplin, misalnya' menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan secara ekonomi, tetapi bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem kerja. Demikian juga nepotisme dalam menggolkan urusan, meski tidak terbukti secara administratip, tetapi sebenarnya merusak aturan main, yang pada gilirannya akan menjadi bom waktu. Korupsi waktu sebenarnya juga suatu perbuatan yang merugikan orang lain, meski tak diketahui secara pasti siapa yang dirugikan. Mark up atau manipulasi biaya/kualitas dari suatu proyek pelayanan publik pada dasarnya merupakan perbuatan penghancuran terhadap masa depan generasi.
3.      Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara) mengedepankan keadilan dan tanggungjawab(amanah), pengusaha mengutamakan kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah, orang miskin mengutamakan keuletan, kesabaran dan doa, politisi memelihara kesantunan dan kelompok profesional mengedepankan profesionalitasnya.
4.      Amar makruf nahi munkar. Setiap anggauta masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak masyarakat, oleh karena itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang nyata-nyata telah ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.
            Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan atau hal negatif, seperti membunuh, mencuri, menyakiti badan atau yang lainnya. Namun disisi lain al-qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar, tidak masuk ke rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan baik, benar dan tidak mengucilkan orang lain atau kelompok, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, memanggil dengan sebutan buruk. Lalu dianjurkan untuk menjadi orang yang pandai memaafkan, pandai menahan hawa nafsu, dan mendahulukan kepentingan orang daripada kepentingan kita.  Allah berfirman dalam QS. An-Nur, 24: 58, QS. Al-Baqarah, 2: 83
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uŠÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷ƒr& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7tƒ zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ ̍ôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèŸÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouŽÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºuöqtã öNä3©9 4 š[øs9 ö/ä3øn=tæ Ÿwur öNÎgøŠn=tæ 7y$uZã_ £`èdy÷èt/ 4 šcqèùº§qsÛ /ä3øn=tæ öNà6àÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÎÑÈ
      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan Pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nur 24:58)
øŒÎ)ur $tRõs{r& t,»sVÏB ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) Ÿw tbrßç7÷ès? žwÎ) ©!$# Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ) ÏŒur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur (#qä9qè%ur Ĩ$¨Y=Ï9 $YZó¡ãm (#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨9$# §NèO óOçFøŠ©9uqs? žwÎ) WxŠÎ=s% öNà6ZÏiB OçFRr&ur šcqàÊ̍÷èB ÇÑÌÈ
      “Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (Al-Baqarah 2: 83)














BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
            Setelah menelaah dan memahami akhlak kepada sesama sebagai kesimpulannya adalah sesungguhnya dalam kehidupan, kita tidak terlepas dari apa yang sudah ada dalam diri kita sebagai manusia termasuk salah satunya adalah akhlak. Karena akhlak adalah satu predikat yang disandang oleh manusia akhlak akan berjalan setelah manusia itu sendiri berada dalam alam sosial.
            Baik dan buruknya akhlak kepada sesama tergantung dari orang menjalani hidup, apakah membentuk karakternya dengan akal atau dengan hati karena keduanya adalah sumber.
            Jadi kesimpulan akhlak antar sesama yaitu  sangat dianjurkan selama apa yang dilakukan punya nilai ibadah.




















DAFTAR PUSTAKA
Moh. Rifai, 1994, Aqidah Akhlak MA Kelas I, Semarang : CV.WICAKSANA;
H. Atjep Effendi, 1994, Aqidah Akhlak MTs Kelas III, Bandung : CV.ARMICO;
Mahyuddin, 1999, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta : KALAM MULIA
http://riwayat.wordpress.com/2008/05/01/urgensi-akhlak-dalam-ritual-islam/.
Diposkan oleh rizkiagustriana di 22:28