AKHLAK TERHADAP
SESAMA MANUSIA
Diajukan untuk
memenuhi mata kuliah
AKHLAK TASAWUF
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. H. Abd. Syakur, M.Ag
NAMA KELOMPOK III
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Segala Puji bagi ALLAH, Tuhan
Semesta Alam yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya dan Karunia-Nya, Shalawat
serta Salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W., keluarganya, para
sahabat, dan seluruh umatnya. Kami bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga Makalah yang berjudul:
“Akhlak Terhadap Sesama Manusia” dapat terselesaikan.
Materi dalam Makalah ini disusun berdasarkan
Studi Pustaka dan Referensi-referensi yang sesuai dengan tujuan, agar pada
umumnya dapat lebih memahami tentang Akhlak, dan Manusia dalam Akhlak tersebut.
Kami
menyadari, bahwa dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan.
Oleh karena itu kepada para pembaca khususnya, kami mengharapkan Saran dan
Kritik demi kesempurnaan Makalah ini.
Semoga Makalah ini benar-benar bermanfaat
bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya. Amin.
Surabaya, 16 April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai
makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta
menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai
dari Syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak.
Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak
menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari
keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusuannya, berjuang dilihat dari
kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan
perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan
dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan
dimensi nilai dari Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat
dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan.
Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata
kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk
mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan
larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga
perintah anjuran (sunat) dan larangan anjuran (makruh).
Apalagi pada zaman sekarang ini,
banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita
mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini,
berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak
kurang diperhatikan, sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan
yang terlontar dari kalangan awam, seperti ungkapan, “wah…udah ngerti agama kok
kurang ajar sama orang tua”, atau ucapan: “dia sih agamanya bagus, tapi sama
tetangga tidak pedulian…..”, dan lain-lain.
Seharusnya, ucapan-ucapan seperti ini atau
pun semisal dengan ini menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan
membenahi akhlak Islam, bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan Islam
mementingkan akhlak. Yang perlu diingat, bahwa tauhid sebagai sisi pokok atau
inti, Islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti
mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat,
Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap ALLAH, dan ini
merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik
akhlaknya, berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang, maka
semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seseorang mywahhid memiliki akhlak
yang buruk berarti lemah tauhidnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pembahasan akan dititikberatkan pada “Akhlak Terhadap Sesama Manusia”.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini pemakalah
merumuskan masalah yakni:
1.
Apa definisi akhlak?
2.
Bagaimanakah hubungan
akhlak terhadap sesama manusia?
C.
Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah yang telah kami
buat, pemakalah dapat mengambil tuuan dalam pembuatan makalah ini yakni:
1. Untuk mengetahui
definisi akhlak.
2. untuk mengetahui hubungan akhlak terhadap sesama
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Akhlak
Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak
dari Khuluq, yang artinya tabiat, budi pekerti, watak, atau kesopanan. Sinonim
kata Akhlak ialah tatakrama, kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia),
moral, ethic (Bahasa Inggris), ethos, ethikos (Bahasa Yunani).
Untuk mengetahui definisi Akhlak menurut
istilah, dibawah ini terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para
ahli, diantaranya:
a.
Ibnu Maskawaih mendefinisikan,
Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu);
b.
Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan,
sementara orang membuat definisi Akhlak,
bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan Akhlak;
c.
Al-Qurthuby mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu perbuatan manusia yang
bersumber dari adab kesopanannya yang disebut Akhlak, karena perbuatan itu
termasuk bagian darinya;
d.
Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri
manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa
dorongan dari orang lain);
e.
Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan,
Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam
dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan
tercela dengan cara yang disengaja;
f.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam
jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan,
tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut
melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama,
dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat,
maka dinamakan akhlak yang buruk.
Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu
merupakan bagian dari kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluk tidak
dapat dipisahkan pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat mempengaruhi
perbuatan setiap manusia.
Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk, dengan menggunakan ukuran ilmu
pengetahuan dan norma agama.
Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu
Maskawaih dan Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menekankan, bahwa Akhlak adalah
keadaan jiwa yang selalu menimbulkan perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun
ketiganya menekankan keadaan jiwa sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari
sisi lain mereka berbeda pendapat, yaitu:
1. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy
menekankan hanya perbuatan baik saja yang disebutnya akhlak;
2. Ibnu Maskawaih menekankan
seluruh perbuatan manusia yang disebutnya akhlak;
3. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang disebutnya akhlak.
B.
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Pada
dasarnya manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun bi at tob'i).
Integritas manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas pribadi,
integritas keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga; pribadi,
keluarga dan masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi. Masyarakat yang
baik terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik, dan keluarga yang baik
juga terbangun oleh individu-individu anggauta keluarga yang baik, sebaliknya
suasana keluarga akan mewarnai integritas individu dan suasana masyarakat juga
mewarnai integritas keluarga dan individu.
Hubungan antar anggota masyarakat ada yang diikat oleh faktor
domisili pertetanggaan, ada juga yang diikat oleh kesamaan profesi, atau
kesamaan asal usul dan kesamaan sejarah. Oleh karena itu disamping ada
masyarakat lingkungan juga ada masyarakat pers, masyarakat pendidikan,
masyarakat ekonomi, masyarakat politik dan sebagainya, juga ada masyarakat
etnik dan masyarakat bangsa.
Dalam perspektip ini kita mengenal ungkapan yang mengatakan bahwa
seorang pemimpin adalah anak zaman, artinya kualitas masyarakat seperti apa
akan melahirkan pemimpin seperti apa. Seorang penulis juga anak dari zamannya,
artinya pemikiran yang muncul dari seorang penulis mencerminkan keadaan
masyarakat zamannya. Bagi orang yang sadar akan makna dirinya sebagai makhluk
sosial maka ia bukan hanya dibentuk oleh masyarakatnya, tetapi secara sadar
berusaha membangun masyarakat sesuai dengan konsep yang dimilikinya.
Secara berencana ia membangun institusi-institusi yang akan menjadi
pilar terbangunnya masyarakat yang diimpikan, satu pekerjaan yang sering
disebut dengan istilah rekayasa sosial, social enginering. Islam mengajarkan
bahwa antara individu dengan individu yang lain bagaikan struktur bangunan (ka
al bun yan), yang satu memperkuat yang lain. Masyarakat yang ideal adalah yang
berinteraksi secara dinamis tetapi harmonis, seperti yang diumpamakan oleh Nabi
bagaikan satu tubuh (ka al jasad al wahid), jika satu organ tubuh menderita
sakit maka organ yang lain ikut merasakannya dan keseluruhan organ tubuh
melakukan solidaritas.
Dari sudut tanggung jawab anggauta masyarakat, suatu masyarakat itu
diibaratkan Nabi dengan penumpang perahu, jika ada seorang penumpang di bagian
bawah melubangi kapal karena ingin cepat memperoleh air, maka penumpang yang di
bagian atas harus mencegahnya, sebab jika tidak, yang tenggelam bukan hanya
penumpang yang di bawah, tetapi keseluruhan penumpang perahu, yang bersalah dan
yang tidak.
Jadi disamping setiap individu memiliki HAM yang perlu dilindungi,
dan setiap keluarga memiliki kehidupan privacy yang perlu dihormati, maka suatu
masyarakat juga memiliki norma-norma dan tatanan sosial yang harus dipelihara
bersama. Pelanggaran atas norma-norma sosial akan berakibat terjadinya
kegoncangan sosial yang dampaknya akan dirasakan oleh setiap keluarga dan setiap
individu. Akhlak terhadap masyarakat adalah bertujuan memelihara keharmonisan
tatanan masyarakat agar sebagai lembaga yang dibutuhkan oleh semua anggauta
masyarakat ia berfungsi optimal.
Di dalam lingkungan masyarakat yang baik, suatu keluarga akan berkembang
secara wajar, dan kepribadian individu akan tumbuh secara sehat.
Diantara akhlak
terhadap masyarakat adalah:
1.
Memelihara
perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin lama akan memiliki nilai-nilai
yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan ketidakpatutan. Setiap individu
hendaknya menjaga diri dari melakukan sesuatu yang dapat melukai perasaan umum,
meski perbuatan itu sendiri halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan
masyarakat, memamerkan kemewahan di tengah masa krisis ekonomi, menunjukkan
arogansi kekuasaan di tengah masyarakat yang lemah, menyelenggarakan kegiatan
demontratif yang mengganggu kekhustyu'an orang beribadah, dan sebagainya.
2.
Berperilaku
disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan
kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan prosedur. Seorang yang disiplin,
datang dan pulang kerja sesuai dengan jadwal kerja, membayar atau memungut
bayaran sesuai dengan tarifnya, menempuh jalur urusan sesuai dengan
prosedurnya. Pelanggaran kepada disiplin, misalnya' menyuap atau menerima suap,
meski dirasa ringan secara ekonomi, tetapi bayarannya adalah rusaknya tatanan
dan sistem kerja. Demikian juga nepotisme dalam menggolkan urusan, meski tidak
terbukti secara administratip, tetapi sebenarnya merusak aturan main, yang pada
gilirannya akan menjadi bom waktu. Korupsi waktu sebenarnya juga suatu
perbuatan yang merugikan orang lain, meski tak diketahui secara pasti siapa
yang dirugikan. Mark up atau manipulasi biaya/kualitas dari suatu proyek
pelayanan publik pada dasarnya merupakan perbuatan penghancuran terhadap masa
depan generasi.
3.
Memberi
kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan cendekiawan
menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara) mengedepankan keadilan dan
tanggungjawab(amanah), pengusaha mengutamakan kejujuran, orang kaya
mengoptimalkan infaq dan sedekah, orang miskin mengutamakan keuletan, kesabaran
dan doa, politisi memelihara kesantunan dan kelompok profesional mengedepankan
profesionalitasnya.
4.
Amar makruf
nahi munkar. Setiap anggauta masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap
hal-hal yang potensil merusak masyarakat, oleh karena itu mereka harus aktip
menganjurkan perbuatan baik yang nyata-nyata telah ditinggalkan masyarakat dan
mencegah perbuatan buruk yang dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok
anggota masyarakat.
Banyak
sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan
atau hal negatif, seperti membunuh, mencuri, menyakiti badan atau yang lainnya.
Namun disisi lain al-qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan
secara wajar, tidak masuk ke rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling
mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan baik, benar dan
tidak mengucilkan orang lain atau kelompok, tidak wajar pula berprasangka buruk
tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, memanggil dengan sebutan
buruk. Lalu dianjurkan untuk menjadi orang yang pandai memaafkan, pandai
menahan hawa nafsu, dan mendahulukan kepentingan orang daripada kepentingan
kita. Allah berfirman dalam QS. An-Nur,
24: 58, QS. Al-Baqarah, 2: 83
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷r& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7t zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ Ìôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºuöqtã öNä3©9 4 [øs9 ö/ä3øn=tæ wur öNÎgøn=tæ 7y$uZã_ £`èdy÷èt/ 4 cqèùº§qsÛ /ä3øn=tæ öNà6àÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ3ym ÇÎÑÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada
kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan Pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'.
(Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas
mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada
keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nur
24:58)
øÎ)ur $tRõs{r& t,»sVÏB ûÓÍ_t/ @ÏäÂuó Î) w tbrßç7÷ès? wÎ) ©!$# Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ) Ïur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur (#qä9qè%ur Ĩ$¨Y=Ï9 $YZó¡ãm (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4q2¨9$# §NèO óOçFø©9uqs? wÎ) WxÎ=s% öNà6ZÏiB OçFRr&ur cqàÊÌ÷èB ÇÑÌÈ
“Dan
(ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu
selalu berpaling.” (Al-Baqarah 2: 83)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menelaah dan memahami akhlak kepada
sesama sebagai kesimpulannya adalah sesungguhnya dalam kehidupan, kita tidak
terlepas dari apa yang sudah ada dalam diri kita sebagai manusia termasuk salah
satunya adalah akhlak. Karena akhlak adalah satu predikat yang disandang oleh
manusia akhlak akan berjalan setelah manusia itu sendiri berada dalam alam
sosial.
Baik dan buruknya akhlak kepada sesama
tergantung dari orang menjalani hidup, apakah membentuk karakternya dengan akal
atau dengan hati karena keduanya adalah sumber.
Jadi kesimpulan akhlak antar sesama
yaitu sangat dianjurkan selama apa yang dilakukan punya nilai ibadah.
DAFTAR
PUSTAKA
Moh. Rifai, 1994, Aqidah Akhlak MA
Kelas I, Semarang : CV.WICAKSANA;
H. Atjep Effendi, 1994, Aqidah
Akhlak MTs Kelas III, Bandung : CV.ARMICO;
Mahyuddin, 1999, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta : KALAM MULIA
http://riwayat.wordpress.com/2008/05/01/urgensi-akhlak-dalam-ritual-islam/.