“SISTEM RELIGI”
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Antropologi
DISUSUN
OLEH :
Pembimbing:
Mochamad
Ismail, S.Sos. M.Si
FAKULTAS
DAKWAH
JURUSAN
BKI/C1
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Alkhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah
memudahkan segala urusan kami sehingga selesai jualah makalah kami yang
berjudul “Sistem Religi”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
nabi besar Muhammad SAW, beserta sahabat, keluarga, dan pengikut akhir zaman.
Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok mata kuliah
Antropologi.
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami menerima kritik dan saran demi
penyempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Tak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Mochamad Ismail, S.Sos. M.Si,
selaku pembimbing kami dalam mata kuliah ini, serta teman-teman yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai
dalam waktu yang telah ditentukan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.
Amin.
Surabaya, 07 April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak
lama, ketika ilmu antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan
tulisan mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar
Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang
tulisan-tulisan etnografi mengenai suku-suku bangsa itu. Kemudian, waktu bahan
etnografi tersebut digunakan secara luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap
bahan mengenai upacara keagamaan itu sangat besar. Sebenarnya ada dua hal yang
menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu:
1. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa
biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling lahir.
2. bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diprlukan untuk
menyusun teori-teori tentang asal-mula religi.
Para
pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu suku bangsa tertentu,
akan segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena
upacara-uapacara itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara
keagamaan dalam agama bangsa-bangsa Eropa itu sendiri, yakni agam Nashrani.
Hal-hal yang berbeda itu dahulu dianggap aneh, dan justru karena keanehanya itu
menarik perhatian.
Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, lahirnya masalah mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi daripadanya, dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna, untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah pada umumnya. Dalam usaha untuk memecahkan masalah asal-mula religi, para ahli biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentuk-bentuk religi yang kuno, yang dianut seluruh umat manusia dalam zaman dahulu, juga oleh orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif.
Dalam memecahkan soal asal-mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan melihat kepada apa yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu. Dengan demikian bahan etnorgafi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa di dunia sangat banyak diperhatikan dalam usaha penyusun teori-teori tentang asal-mula agama.
Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, lahirnya masalah mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi daripadanya, dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna, untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah pada umumnya. Dalam usaha untuk memecahkan masalah asal-mula religi, para ahli biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentuk-bentuk religi yang kuno, yang dianut seluruh umat manusia dalam zaman dahulu, juga oleh orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif.
Dalam memecahkan soal asal-mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan melihat kepada apa yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu. Dengan demikian bahan etnorgafi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa di dunia sangat banyak diperhatikan dalam usaha penyusun teori-teori tentang asal-mula agama.
Sebagai
seorang manusia kita harus mempunyai pegangan yang kuat, yang mana bisa
mengantarkan kita pada satu tujuan. Yang akan membawa kita kejalan lurus, yakni
sebuah agamalah yang kita jadikan pedoman untuk melaksanakan sesuatu. Dengan
dasar -dasar dan ketentuan dalam sebuah pelaturan. Jadi agama sangatlah penting
bagi kita.
Berdasarkan
keterangan ini agama sagat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, dan kita
dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari
tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun
temurun dan diwariskan oleh suatu generasi kegenerasi dengan tujuan untuk
memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat
Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai system religi, yang meliputi pengertian
religi dan unsur-unsur religi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari system religi?
2. Apa saja unsur-unsur dalam religi?
C. Tujuan Makalah
1. Agar kita dapat mengetahui definisi religi.
2. Agar kita dapat mengetahui unsur-unsur religi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Religi atau Agama
Adapun kata religi
berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution
Mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti
mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama
yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi pada tuhan yang terkumpul dalam
kitab suci yang harus di baca. Menurut pendapat lain, kata itu berasal dari
kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajran agama memang mempunyai sifat
mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula dari ikatan roh
manusia dengan tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia
dengan tuhan.
Kata religi-religion dan religio,
secara etimologi menurut Winkler Prins dalam Algemene
Encyclopaedie berasal dari bahasa
Latin, yaitu dari kata religere atau religare
yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang
yang ber-religi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan
sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere
yang berarti berhati-hati, maka dimaksudkan bahwa orang yang ber-religi itu
adalah orang yang senantiasa bersikap hati-hati dengan sesuatu yang dianggap
suci.[1]
Sedangkan secara
terminologi, agama dan religi ialah suatu tata kepercayaan atas adanya yang
Agung di luar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung
tersebut, serta suatu tata kaidah yang mengatur hubungan
manusia dengan yang Agung, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia
dengan alam yang lain, sesuai dengan tata kepercayaan dan tata penyembahan
tersebut.
Berdasarkan
sudut pandang " agama" dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa
sansekerta yang artinya "tidak kacau". Agam diambil dari dua akar
suku kata, yaitu a yang bearti "tidak " dan gama yang bearti
"kacau" . hal itu mengandung pengerian bahwa agama adalah suatu
peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.[2]
Dalam
bahasa arab, agama dikenal dengan kata Al-din dan Al-milah. Kata al-din sendiri
mengandung berbagai arti. Ia dapat diartikan al-hud mulk (kerajaan), al-khidmat
(pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah(pemaksaan),
al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa
al- sulthan (kekuasaan dan pemerintahan). Sedangkan pengertian al-din yang
bearti agama adalah nama yang bersifat umum. Artinya tidak ditujukan pada salah
satu agama, ia adalah nama untuk setiap kepercayaan di dunia ini.
Adapun
Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejalah social yang umum dan dimiliki
oleh seluruh masyarakat yang ada didunia ini, tanpa kecuali. Ia merupakan salah
satu aspek dalam kehidupan social dan bagian dari system social suatu
masyarakat. Agama juga bias dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu
masyarakt disamping unsur-unsur yang lain, seperti keseniaan, bahasa, system
mata pencaharian, sistem peralatan, dan system organisai social.
B. Unsur-Unsur Religi atau Agama
Dalam
rangka pokok antropologi tentang religi, Semua aktivitas manusia yang
bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya
disebut emosi keagamaan, atau religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya
pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung
untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi.[3]
Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang
bersifat religi.
Mengenai
masalah apakah emosi itu, tidak akan kita persoalkan lebih lanjut dalam makalah
ini. Pokoknya, emosi keagamaan menyebabkan bahwa sesuatu benda, suatu tindakan,
atau suatu gagasan, mendapat suatu nilai keramat, atau sacred value, dan
dianggap keramat. Demikian juga benda-benda, tindakan-tindakan atau
gagasan-gagasan yang biasanya tidak keramat, yang biasanya profane, tetapi
apabila dihadapi oleh manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaaan, sehingga
ia seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan dan gagasan-gagasan
tadi menjadi keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagmaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga usnur lain, yaitu:
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagmaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga usnur lain, yaitu:
1. sistem keyakina;
2. sistem upacar keagamaan;
3. suatu umat yang menganut religi itu.
Sistem
kayakinan secara khusus mengandung benyak sub-unsur lagi. Dalam rangka ini para
ahli antroplogi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa
yang baik maupun yang jahat, sifat-sifat dan tanda-tanda dewa-dewa, konsepsi
tentang mahluk-mahluk halus lainya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang
baik maupuan yang jahat, hantu dan lain-lain, konsepsi tentang dewa tertinggi
dan pencipta alam, masalah terciptanya dunia dan alam (kosmologi), masalah
mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi); konsepsi tentang
hidup dan mati’ konsepsi tentang dunia roh dan dunia akhirat lain-lain.
Adapun
sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran aturan agama, dongeng suci tentang riwayat-riwayat
dewa-dewa (mitologi), biasanya tercantum dalam suatu himpunan buku-buku yang
biasanya juga dianggap sebagai kesusastraan suci.
Sistem
upacara keagaman secara khusus mengandung emosi aspek yang menjadi perhatian
khusus dari para hali antroplogi ialah:[4]
1. tempat upacara keagamaan dilakukan;
2. saat-saat upacara keagmaan dijalankan;
3. benda-benda dan alat-alat upacara;
4. orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Aspek
yang pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat di mana upacara dilakukan,
yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, mesjid dan sebagainya.
Aspek ke-2 adalah aspek yang mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat
dan suci dan sebagainya. Aspek k-3 adalah tentang benda-benda ynag dipakai
dalam upacara termasuk patung-patung yang melambngkan dewa-dewa, alat-alat
bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, gendering suci dan
sebagainya. Aspek ke-4 adalah aspek yang mengani para pelaku upacara keagamaan,
yaitu pendeta biksu, syaman, dukun dan lain-lain.
Upacara
itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:[5]
1. bersaji,
2. berkorban;
3. berdo’a;
4. makan ebrsama makanann yang telah disucikan dengan do’a;
5. menari tarian suci;
6. menyanyi nyanyian suci;
7. berpropesi atau berpawai;
8. memainkan seni darama suci;
9. berpuasa;
10. intolsikasi atau menaburkan pikiran dengan makan obat
bius unutk mencapai keadaan trance, mabuk;
11. bertapa;
12. bersemedi.
Diantara
unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali dalam
satu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga
sebaliknya. Kecuali itu suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian
yang terdiri dari sejumlah unsur tersebut. Dengan demikian dalam suatu upacara
untuk kesuburan tanah misalnya, para pelaku upacara dan para pendeta berpawai
terlebih dahulu menuju ke tempat-tempat bersaji, lalu mengorbankan seekor ayam,
setelah itu menyajikan bunga kepada dewa kesuburan, disusul dengan doa yang
diucapkan oleh para pelaku, kemudian menyanyi bersama berbagai nyanyian suci,
dan akhirnya semuanya bersama kenduri makan hidangan yang telah disucikan
dengan do’a.
Sub-unsur
ke-3 dalam rangka religi, adalah sub-unsur mengenai umat yang menganut agama
atau religi yang bersangkutan khusus sub-unsur itu meliputi misalnya soal-soal
pengikut agama, hubungannya satu dengan lain hubungan dengan para pemimpin
agama, baik dalam saat adanya upcara keagamaan maupun adalam kehidupan
sehai-hari; dan akhirnya sub-unsur itu juga meliputi soal-soal seperti
organisasi para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.
Pokok-pokok
khusus dalam rangka sistem ilmu gaib, atau magic, pada lahirnya memang sering
tampak sama dengan dalam sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapatjuga
konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya; ilmu gaib juga mempunyai sekelompok
manusia yang yakin dan yang menjalankan ilmu gaib itu untuk mencapai suatu
maksud. Kecuali itu, upacara ilmu gaib juga mempunyai aspek-aspek yang sama
saat-saat tertentu unutk mengadakan upacara (biasanya juga pada saat-saat atau
hari-hari keramat); ada peralatan untuk melakukan upacara, dan ada
tempat-tempat tertentu di mana upacara harus dilakukan. Akhirnya suatu upacara
ilmu gaib seringkali juga mengandung unsur-unsur upacara yang sama dengan
upacara religi pada umumnya. Misalnya; orang melakukan ilmu gaib untuk menambah
kekatan ayam yang hendak diadunya dalam suatu pertandingan adu ayam. Untuk itu
dia membuat obat gaib dengan sajian kepada roh-roh, serta dengan mengucapkan
doa kepada dewa-dewa, serta dengan mengucapkan mantra-mantra tertentu, dan
dengan puasa. Dengan melakukan hal-hal itu semua ia percaya bahwa obat gaib
untuk ayam jantannya akan mujarab sekali.
Walaupun
pada lahirnya religi dan ilmu gaib sering kelihatan sama, dan walaupun sukar
untuk menentukan batas daripada upacara yang bersifat religi, dan upacara yang
bersifat ilmu gaib, pada dasarnya ada juga suatu perbedaan yang besar sekali
antara kedua pokok itu. Perbedaan dasarnya terletak dalam sikap manusia pada
waktu ia sedang menjalankan agama, manusia bersikap menyerahkan diri sama
sekali kepada Tuhan, kepada dewa-dewa, kepada roh nenek moyang; pokoknya
menyerahkan diri samasekali kepada kekuatan tinggi yang disembanhnya itu. Dalam
hal itu manusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya,
pada waktu menjalankan ilmu gaib manusia bersikaplain samasekali. Ia berusaha
memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya
dan berbuat apa yang ia capainya.
Berdasarkan
ulasan di atas akan tampak adanya empat unsur pokok dari religi pada umumnya,
ialah:[6]
1. emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan
manusia menjalankan kelakuan keagamaan.
2. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang
bentuk dunia, alam, alam ghaib, hidup, maut, dan lain-lain.
3. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan
dengan dunia ghaib berdasarkan atas system kepercayaan.
4. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan social yang
mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta system upacara-upacara
keagamaannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama merupakan sesuatu peraturan
yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dan unsur pokok religi pada
umumnya meliputi; emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia
menjalankan kelakuan keagamaan, sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan
manusia tentang bentuk dunia, alam, alam ghaib, hidup, maut, dan lain-lain,
sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia ghaib
berdasarkan atas system kepercayaan, kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan
social yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta system
upacara-upacara keagamaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Harsojo. 1999.Pengantar
Antropologi. Bandung: Putra A Bardin.
Koentjayadiningrat.1980. Pengantar
Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koentjayadiningrat. 1985. Antropologi
Sosial. Yogyakarta: PT. Dian Rakyat.
Abuddin, Nata. 2010. Metodologi
Studi Islam. Jakarta: PT Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment